Kamis, 29 Agustus 2019

Pertempuran Medan Area yang Frontal dan Sengit

Para Pemuda Pejuang di Medan
Masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan melawan Sekutu yang disusupi NICA adalah saat paling berdarah-darah  dari episode perjuangan RI mencapai Indonesia Merdeka yang sudah diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta sebagai wakil Rakyat Indonesia.  Hal ini pun terjadi di Medan, Sumatra Utara.

Sesuai dengan perkembangan di Pulau Jawa dan instruksi dari pusat Komando Milter TKR di Yogyakarta maka pada tanggal 13 September 1945 terjadi konsolidasi  tentara-tenara dari BKR dan lascar-laskar dibentuk ulang menjadi Tentara Keamanan Rakya di Medan.

Pihak sekutu yang diwakili oleh Komando Asia Tenggara (South East Asia Command atau SEAC) di bawah pimpinan Laksamana Lord Louis Mounbatten. Pasukan Sekutu yang bertugas di Indonesia adalah Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison.

Pada tanggal 9 Oktober 1945 tentara Inggris yang diboncengi oleh NICA mendarat di Medan. Mereka dipimpin oleh Brigjen T.E.D Kelly. Tentara NICA yang datang dari Brigade 4 dari Divisi India ke-26.

Awalnya mereka diterima secara baik oleh pemerintah RI di Sumatra Utara yang berdalih akan melucuti tentara Jepang di Indonesia dan membebaskan tawanan perang yang dipenjara di tangsi-tangsi Jepang. Sebagian besar tawanan itu adalah tentara Belanda dan interniran dari keluarga serdadu Belanda.

Para perwira tinggi Sekutu dan NICA dipersilahkan untuk menginap di Hotel de Boer, Hotel Astoria,  Grand Hotel dan hotel lainnya. Sementara serdadu lainnya mendirikan tenda-tenda dan barak di Binjai, Tanjung Morawa dan beberapa tempat lain.

Bahkan tim Rehabilitation of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI) telah mendatangi kamp-kamp tawanan di Pulau Berayan, Saentis, Rantau Prapat, Pematang Siantar dan Berastagi dengan dibantu oleh Gubernur M. Hassan dan pejabat pemerintah di Sumatra Utara . Hal yang sangat mengejutkan adalah semua tawanan militer itu tidaklah dipulangkan tetapi langsung dibentuk dalam satuan-satuan tempur KNIL.

Semua kondisi kondusif itu berubah total setelah sebuah insiden terjadi di hotel Jalan Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Saat itu seorang penghuni hotel (pasukan NICA) merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dipakai pemuda Indonesia sambil menghina.

Aksi seorang NICA direspon keras oleh rakyat Medan. Mereka sangat marah sehingga  para pemuda melakukan penyerangan dan pengrusakan terhadap hotel dan orang-orang NICA yang menginap disana. Akibat kejadian ini menimbulkan korban dipihak NICA 96 orang luka-luka. Insiden ini terus berlanjut dan menyebar ke tempat-tempat lain seperti  di  Berastagi  dan juga di Pematang Siantar.

Respon dari rakyat Medan itu direspon keras oleh Pihak Sekutu.  Pada tanggal 1 Desember 1945, Jenderal T. E. D. Kelly  mengeluarkan perintah untuk memberi ultimatum ke pihak Republik dengan memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut kota Medan, tetapi para pemuda menghiraukan seruan tentara Sekutu tersebut.

Konflik Sekutu dan Pihak Republik tak bisa dihindari lagi. Pertempuran terus berlanjut gaung sentiment di hotel itu menjadi tidak sederhana, karena seluruh Kota Medan menjadi area perang yang frontal.  Pasukan Inggris dan NICA melakukan patrol masuk keluar kampung di Kota Medan untuk melakukan pembersihan terhadap para gerilyawan pejuang.

Tidak hanya sampai disitu Pihak Inggris dan NICA juga melakukan penyerangan terhadap pusat-pusat konsolidasi TKR di Medan.  Serangan ini banyak memakan korban di pihak TKR dan juga pihak Inggri – NICA. Salah satu serangan Sekutu pada 10 Desember 1945 dimana pasukan Inggris dan NICA berusaha  membumihanguskan markas Tenatara Keamanan Rakyat (TKR) di Trepes. Untungnya usaha sekutu itu gagal karena kekuatan rakyat dari berbagai daerah turut membantu TKR.

Para pemuda yang  turut berjuang menculik salah satu perwira Sekutu dan truk militer Inggris di rebut. Jenderal T. E. D Kelly mengancam pihak yang menculik perwira akan langsung ditembak mati.

Pada bulan April 1946 pasukan Inggris – NICA berhasil menguasai Kota Medan,  Para Pejuang Republik terpaksa mundur dan berpindah-pindah tempat dan kemudian ke Siantar dan perang gerilya dijalankan.  Pada tanggal 10 Agustus 1946 pasukan Inggris dan NICA Belanda menuju Tebing Tinggi yang menimbulkan pertempuran sengit dan korban di kedua kubu.

Untuk mengurangi korban yang  terus berjatuhan TKR mendur ke Gubernur, Makras Divisi TKR, Walikota RI akhirnya dipindahkan ke Pematang Siantar.  Pemindahan ini beserta Gubernur  Sumatra Utara, Walikota Medan dan para pejabat Divisi TKR. Pertempuran besar dan frontal mereda, tetapi perang kecil disana-sini masih terus terjadi.

Itu semua bukan berarti pihak Republik kalah karena konsolidasi terus dilakukan. Pada 10 Agustus 1946, di Tebingtinggi, dikumpulkan berbagai komandan-komandan dari beberapa sector yang terlibat dalam perjuangan di Medan Area. Konsolidasi ini memperkuat basis TKR dengan membentuk satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area. Komando itu dibagi atas 4 sektor. Masing-masing sector dibagi lagi atas 4 sub sector. Satu sector dibekali kekuatan satu batalyon.

Tempat pusat komando diputuskan di Sudi Mengerti (Trepes), dari sini perjuangan di Medan khususnya dan Sumatra Utara umumnya diteruskan.

Sumber dan Referensi :
-  Dr. A.H. Nasution, "Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia",Penerbit Angkasa Bandung, 1995.
-  Dr. A.H. Nasution, "Catatan-catatan Sekitar Politik Militer Indonesia", CV. Pembimbing, 1955.
- Adam Malik, "Riwayat dan Perjuangan Sekitar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945". Wijaya Jakarta, 1962.
-  wikipedia.org
Read more ...