Minggu, 10 November 2013

Perjuangan PPRI Kalimantan Barat Melawan Sekutu dan Belanda

Pasukan Sekutu dari Divisi Sikh di Kalimantan Barat

Pergerakan para pejuang pemuda melalui organisasi yang dibangun oleh pemuda dengan nama Panitia Penyongsong Republik Indonesia (PPRI), benar-benar mengakar ke seluruh pemuda pejuang di Kalimantan Barat. 

Tujuan pembentukan PPRI tersebut adalah untuk menyebarluaskan berita Proklamasi kemerdekaan Indonesia ke seluruh daerah di Kalbar.

Para pemuda Kalimantan melakukan protes atas masuknya tentara Inggris dan pasukan NICA ke Kalimantan. Mereka pada awalnya hanya berdalih untuk menyandra pasukan Jepang yang sudah mengalah dan melakukan pelucutan sejata yang masih ada di tangsi-tangsi Jepang di Kalimantan Barat.


PPRI Kalimantan Barat mengambil keputusan untuk mengadakan demonstrasi untuk menyatakan kehendak rakyat. Indonesia bukan negara yang kalah perang dunia II, sehingga berhak untuk mendapatkan peran, mendapatkan senjata rampasan dari Jepang dan tidak ikut dianeksasi oleh Sekutu.

Rapat raksasa yang diselenggarakan oleh PPRI dipusatkan di lapangan Kebon Sayur yang ternyata didukung secara antusias oleh banyak tokoh agama, tokoh masyarakat dari berbagai kalangan. Ribuan orang berkumpul dan membanjiri lapangan Kebon Sayur dari berbagai perutusan-perutusan di Kalimantan.

Perkumpulan besar ini jelas saja sangat dikhatirkan pasukan Sekutu, mereka ikut mengawasi dan memata-matai berbagai kegiatan para pemuda ini. Mereka juga secara diam-diam mendata orang-orang dan tokoh-tokoh pemuda yang dianggap berbahaya. Pasukan KNIL yang keturunan pribumi didikan Belanda ini secara diam-diam masuk dan menjalankan aksi intelejen terhadap bangsanya sendiri.

Pimpinan rapat raksasa itu di pimpin oleh seorang tokoh pemuda bernama Umri. Selain tokoh pemuda ini ada lagi tokoh pemuda lain yang menonjol seperti Jayadi Saman. Dengan antusias para pemuda itu mengikuti rapat tersebut. Para perutusan ini membicarakan soal Proklamasi Kemerdekaan yang telah didengungkan oleh Soekarno – Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Ini membuktikan bahwa Indonesia telah merdeka, sehingga tidak berhak untuk dikuasai oleh negara manapun termasuk juga Sekutu dan NICA.

Pulang dari rapat tersebut para pemuda yang terbakar rasa nasionalismenya secara berani menunjukan sikap yang tegas. Mereka bergelombolan pulang, tetapi sebelumnya mereka melakuan pawai untuk berkeliling kampung-kampung dengan berjalan kaki berramai-ramai dan juga secara berani menunjukkan sikap tidak suka kepada sekutu dengan berdemonstrasi di depan Markas Besar Sekutu yang menempati bekas gedung Keresidenan di Pontianak. Diantara para pemuda ada yang membawa bendera Merah Putih dan mereka juga melengkapi dengan bersenjataan seadanya untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.

Seorang pemuda dayak bernama Thomas Blaise menjadi juru bicara untuk menyampaikan maksud pemuda kepada beberapa Opsir Sekutu. Tetapi opsir itu marah-marah dan tidak mendengarkan apay yang disampaikan pemuda itu. Opsir itu juga berteriak-teriak agar meminta Thomas Blaise menyuruh massa segera bubar.

Beberapa opsir bule tentara Australia dan tentara KNIL pribumi keluar dengan memamerkan persenjataan berat dan pakaian seragam lengkap sambil menunjukkan sikap tidak bersahabat. Mereka berteriak-teriak mengusir para demontran yang masih berkumpul di Markas Besar Sekutu itu. Mereka juga mengejek-ejek dengan kata-kata yang merendahkan. Seorang tentara KNIL dengan sok mengarahkan moncong senjatanya ke arah para tokoh pemuda yang berada di barisan terdepan. Para pemuda pejuang justru tidak menunjukkan rasa takutnya mereka. Mereka justru berteriak-teriak membalas ejekan tentara Sekutu dan KNIL. Beberapa pemuda sudah menghunus pedang dan kelewang mereka bersiap jika seandainya tentara KNIL tersebut berani menembakkan senjata.

Suasana semakin tegang dengan keluarnya pasukan tambahan lain dari Markas Sekutu beberapa ratus tentara sekutu dengan persenjataan berat keluar markas. Mereka juga mempersiapkan senjata mesin dengan MM besar didepan gerbang.

Melihat kondisi ini dan khewatir akan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi para pemuda pejuang seperti Umri dan Jayadi meminta para pemuda untuk membubarkan diri, tetapi ada sebagian yang masih menolak.

Tiba-tiba tentara Opsir Australia yang terlihat sebagai komandan lapangan di depan Markas Besar itu menembakkan senjata ke udara. Para serdadu Australia dan KNIL telah siap mengarahkan senjata ke kerumunan massa.

Menyadari kemungkinan yang terjadi dan ketidakseimbangan senjata akhirnya mereka membubarkan diri. Mereka pulang dengan tetap menerikkan kata-kata “Merdeka”, “Indonsia telah Merdeka”, “Alllahhu Akbar”, mereka juga meneriakkan kata-kata mengejek terhadap serdadu KNIL yang pribumi dengan kata-kata penghianat dan sebagainya.

Suasana kota Pontianak menjadi tegang. Sejak itu tentara Sekutu melakukan patroli diberbagai tempat yang dianggap rawan dan penjagaan terhadap tangsi dan gudang persenjataan diperkuat. Begitu juga dengan para pemuda yang semakin sering melakukan pertemuan-pertemuan rahasia untuk membuat tindakan kedepepan.

Tentara Sekutu juga mengumpulkan para residen yang dulunya menjadi pegawai Belanda untuk ikut mengendalikan suasana. Residen Asikin Noor yang telah lama menjadi bawahan Belanda meminta perlindungan terhadap Sekutu. Dia meminta dipindahkan ke Banjar Masin. Asikin Noor menjadi bulan-bulanan para pemuda ia merasa takut dan minta tinggal di Markas Besar Sekutu. Akhirnya permohonan Asikin Noor untuk dipindahkan direstui oleh Sekutu, dan dipindahkan ke Banjar Masin di terbangkan dengan pesawat terbang. Pengganti Asikin Noor yang menjabat sebagai Residen adalah seorang bule Belanda tentara NICA bernama Van Der Zwaal. Ia menempati kantor keresidenan dengan penjagaan sangat ketat, berbeda ketika residennya orang pribumi asli.

Tentara NICA secara diam-diam memperbanyak pasukan, bala bantuan pasukan NICA dikirimkan melalui kapal laut dan pesawat penumpang militer Australia berbendera Australia, tetapi berisi pasukan Belanda yang menamakan diri sebagai NICA. Pasukan NICA ini juga ikut dalam berbagai operasi pelucutan tentara Jepang dan operasi penguasaan kembali berbagai aset perang Jepang di Kalimantan, tetapi pakaian tentara Belanda ini masih menggunakan seragam tentara Australia dengan maksud penyamaran. Tetapi berbagai intrik ini sudah banyak diketahui oleh Para Pemuda pejuang yang menyadari adanya pasukan KNIL yang merupakan asuhan Belanda dan menerima kabar dari Pulau Jawa, khususnya dari Surabaya tentang pasukan NICA yang berbaju Inggris.

Beberapa waktu kemudian Tentara Sekutu dan NICA mengumumkan bahwa pasukan Australia sudah selesai menjalankan misi untuk melucuti tentara Jepang. Terhitung tentara Australia hanya menjalankan tugas selama satu bulan saja. Pasukan NICA secara progresif menyampaikan hal ini kesemua tempat. Sebagai penganti tentara sekutu adalah NICA, mereka belum menunjukkan bahwa NICA adalah Belanda. Bahkan Markas Besar Sekutu dalam beberapa waktu masih berbendera Australia tetapi berisi para tentara Belanda.

Patroli-patroli masa NICA semakin gencar dilakukan jauh sekali dengan masa pendudukan tentara Australia. Mereka juga menempatkan orang-orang pada berbagai pos-pos dan menugaskan petugas jaga secara bergantian. Dijalan-jalan semakin sering ditemukan tentara NICA mondar-mandir sambil menenteng senjata modern otomatis.

Untuk memperkuat kedudukan dan upaya pendekatan terhadap penduduk di Kalimantan Barat, tentara NICA membagi-bagikan makanan bekas yang sebenarnya warisan dari tentara Australia. Biskuit dan keju yang sebenarnya kedaluwarsa dibagi-bagikan kepada masyarakat sekitar Markas Besar, karena kelaparan yang memang melanda di Pontianak mereka menerimanya dengan suka cita.

Tentara NICA semakin berani menunjukkan jati diri pasukan NICA ditambah lagi dengan mendatangkan 5 Kompi KNIL, berisi tentara Belanda dan sedikit orang pribumi. Tentara KNIL di pimpin oleh seorang pribumi antek Belanda bernama Hamid Algadri.

NICA membagi-bagikan beberapa kain dril kepada setiap pegawai yang baru saja diangkat untuk menjalankan pemerintahan NICA di Kalimantan Barat. Pegawai masa pendudukan Jepang yang mau berkerjasama diangkat menjadi pegawai dan digaji dengan mata Gulden. Mereka juga mendapatkan jatah beras dari stok beras bekas tentara Australia yang sudah meninggalkan Kalimantan.

Hamid Algadri yang orang pribumi dan mengerti bahasa Melayu ditugaskan NICA untuk melakukan perundingan dengan para tokoh PPRI. Mereka dirayu untuk bisa diajak berkerjasama untuk pendirian negara Borneo/Kalimantan dan keluar dari NKRI.

NICA mengundang tiga orang wakil PPRI yaitu Mutalib Rafai, Abu Hurirah, dan Muzanie Ranie untuk datang ke Markas Besar NICA di Keresidenan Pontianak. NICA melalui Hamid Algadri mengajak ketiga pemuda itu untuk mendukung usaha NICA untuk membentuk Republik Indonesia Serikat yang berarti keluar dari NKRI. Ketiga tokoh PPRI itu menolak dengan tegas dan malah dengan berani meminta agar NICA yang sebenarnya adalah Belanda itu keluar dari Kalimantan, karena Republik Indonesia sudah merdeka dan diproklamirkan.
Read more ...

Muhammad Husni Thamrin Tokoh Betawi Penentang Kebijakan Belanda

Mohammad Husni Thamrin seorang tokoh Betawi yang lahir di Sawah Besar, Jakarta 16 Februari 1894. Ayahnya bernama Tabri Thamrin seorang keturunan Belanda dengan ibu orang Betawi.

Sejak kecil ia dirawat oleh pamannya dari pihak ibu karena ayahnya meninggal, sehingga ia tidak menyandang nama Belanda, seorang wedana di masa pemerintahn Gubernur Jenderal Van der Wijck.

Setelah menamatkan HBS, ia bekerja di kantor kepatihan, kemudian di kantor Residen, dan akhirnya di perusahaan pelayaran Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM).

Tahun 1919 diangkat menjadi anggota Dewan Kota Batavia. Empat puluh tahun kemudian ia mendirikan Persatuan Kaum Betawi yang bertujuan memajukan pendidikan, perdagangan, kerajinan, dan kesehatan untuk penduduk Jakarta.
Dalam Dewan Kota ia mempunyai pengaruh yang besar, karena dianggap mampu, diangkat menjadi Wakil Wali Kota, tetapi hal itu tidak mencegahnya untuk mengecam tindakan Pemerintah Belanda yang menindas rakyat.

Tahun 1927 diangkat menjadi anggota Volksraad dan kemudian membentuk Fraksi Nasional untuk memperkuat kedudukan golongan nasionalis dalam dewan. Bersama Kusumom Utoyo, mengadakan peninjauan ke Sumatera Timur untuk menyelidiki nasib buruh perkebunan yang sangat menderita akibat adanya poenale sanctie.

Tindakan pengusaha perkebunan yang sewenang-wenang terhadap buruh, dibeberkannya dalam pidatonya di Volksraad. Pidato itu berpengaruh di luar negeri. Di Amerika Serikat timbul kampanye untuk tidak membeli tembakau Deli. Akibatnya, poenale santie diperlunak dan akhirnya dihapuskan sama sekali.

Partai politik yang dimasukinya adalah Partai Indonesia Raya. Setelah dr. Sutomo meninggal dunia, ia diangkat menjadi ketua Parindra. Sementara itu perjuangan dalam Volksraad tetap dilanjutkan.

Pada tahun 1939 ia mengajukan mosi agar istilah Nederlands Indie, Nederland Indische dan Inlander diganti dengan istilah Indonesia, Indonesisch, dan Indonesier. Mosi itu ditolak oleh Pemerintah Belanda walaupun mendapat dukungan sebagian besar anggota Volksraad.

Sejak itu, rasa tidak senangnya terhadap pemerintah jajahan semakin besar. Akibatnya, pemerintah Belanda mencurigai dan mengawasi tindak-tanduknya.

Tanggal 6 Januari 1941 Muhammad Husni Thamrin dikenakan tahanan rumah dengan tuduhan bekerja sama dengan pihak Jepang. Walau dalam keadaan sakit, teman-temannya dilarang berkunjung.

Tanggal 11 Januari 1941, beliau meninggal. Kematiannya penuh dengan intrik politik yang kontroversial.  Menurut laporan resmi, ia dinyatakan bunuh diri namun ada dugaan ia dibunuh oleh petugas penjara. Jenazahnya dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Di saat pemakamannya, lebih dari 10000 pelayat mengantarnya yang kemudian berdemonstrasi menuntuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan dari Belanda.

Namanya diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta dan proyek perbaikan kampung besar-besaran di Jakarta ("Proyek MHT") pada tahun 1970-an


Jalan Husni Thamrin. Photo : flickr.com
Thamrin juga salah satu tokoh penting dalam dunia sepakbola Hindia Belanda (sekarang Indonesia), karena pernah menyumbangkan dana sebesar 2000 Gulden pada tahun 1932 untuk mendirikan lapangan sepakbola khusus untuk rakyat Hindia Belanda pribumi yang pertama kali di daerah Petojo, Batavia (sekarang Jakarta).

Namanya di Jakarta diabadikan sebagai nama jalan, gedung dan sebuah patung. Jalan MH. Thamrin berlokasi di Jantung baru Kota Jakarta yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno, menggeser Rijswijk dan Noordwijk (1860-an). Dari sisi timur ujung utara jalan dan melihat ke seberang di Bank Indonesia, dulu ada rumah Eropa mewah dengan pohon besar dikirinya (1870).
Read more ...

Orasi Bung Tomo yang Membakar Semangat Arek-Arek Suroboyo

Bung Tomo Berorasi
Pidato Bung Tomo pada saat perang Surabaya ini sangat terkenal, seruan-seruan yang lantang terhadap Inggris dan Belanda membuat kita merinding mendengarkannya.

Ratusan ribu pemuda-pemudi Indonesia maju ke medan pertempuran di berbagai plosok kota Surabaya. Orasi dari pidato Bung Tomo yang dipancarkan dengan studio Suara Pemberontakan dapat didengarkan dibeberapa daerah dan didengar para pemuda.

Pasukan Inggris dan Belanda yang berbaju NICA banyak keteteran di berbagai front pertempuran mereka kehabisan amunisi dan perbekalan di dalam tangsi-tangsi Jepang. Berbagai tank Sekutu dihancurkan oleh permuda dengan mengorbankan diri.

Dalam sejarah pasukan Inggris mengakui pertempuran ini sangat berat, sehingga mereka menyebutnya pertempuran ini sebagai type A, atau pertempuran yang sangat berat diberbagai front. Ini menunjukkan bahwa walaupun para pemuda Indonesia hanya menggunakan senjata seadanya warisan Jepang atau sekedera klewang saja, tetapi semangat perjuangan tidak dapat dipatahkan.

Surabaya bagaikan kembang api akibat bombardir Sekutu dengan pesawat tempur dan serangan dari laut, tetapi rakyat Indonesia tidak takut dan terus berani menentang Sekutu yang kemudian dapat dikalahkan walaupun dengan pengorbanan yang luar biasa dengan banyaknya pahlawan yang gugur. Sehingga pada tanggal 10 November 1945 dijadikan sebagai Hari Pahlawan Nasional.

Berikut ini merupakan pidato Bung Tomo yang menggetarkan semangat itu.

Bismillahirrohmanirrohim..
MERDEKA!!!
Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia
terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya
kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini
tentara inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet
yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua
kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan
menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara jepang
mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan
mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera puitih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka
Saudara-saudara
di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan
bahwa rakyat Indonesia di Surabaya
pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku
pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi
pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali
pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan
pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera
pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di surabaya ini
di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing
dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung
telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol
telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana
hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara
dengan mendatangkan presiden dan pemimpin2 lainnya ke Surabaya ini
maka kita ini tunduk utuk memberhentikan pentempuran
tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri
dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya
Saudara-saudara kita semuanya
kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini
akan menerima tantangan tentara inggris itu
dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya
ingin mendengarkan jawaban rakyat Indoneisa
ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indoneisa yang ada di Surabaya ini
dengarkanlah ini tentara inggris
ini jawaban kita
ini jawaban rakyat Surabaya
ini jawaban pemuda Indoneisa kepada kau sekalian
hai tentara inggris
kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu
kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu
kau menyuruh kita membawa senjata2 yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu
tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita
untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada
tetapi inilah jawaban kita: selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah
yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih
maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga
Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah! keadaan genting!
tetapi saya peringatkan sekali lagi
jangan mulai menembak
baru kalau kita ditembak
maka kita akan ganti menyerang mereka itukita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka
Dan untuk kita saudara-saudara
lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka
semboyan kita tetap: merdeka atau mati!
Dan kita yakin saudara-saudara
pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita
sebab Allah selalu berada di pihak yang benar
percayalah saudara-saudara
Tuhan akan melindungi kita sekalian
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
MERDEKA!!!
Read more ...

Minggu, 19 Februari 2012

Sejarah Kampung Tanah Abang

Photo : google.com.
Nama Tanah Abang mulai dikenal ketika seorang kapten Cina bernama Phoa Bhingam kepada Pemerintahan Belanda untuk membuat sebuah terusan pada tahun 1648. Penggalian terusan ini kearah selatan sampai dekat hutan. Kemudian dipecah menjadi dua bagian, yaitu daerah timur sampai di kali Ciliwung dan ke arah barat sampai kali Krukut. Terusan ini bernama Molenvliet, berfungsi sebagai sarana transportasi untuk mengangkut hasil bumi dengan mempergunakan perahu ke arah selatan sampai dekat hutan. Dengan adanya terusan tersebut dapat memperlancar hubungan dan perkembangan daerah kota ke selatan.

Bahkan hingga dewasa ini jalan-jalan yang berada di sebelah kiri dan kanan terusan itu merupakan urat nadi yang menghubungkan jalan Lapangan Banteng, Merdeka, Tanah Abang dan Jakarta Kota.

Daerah selatan kemudian muncul menjadi daerah perkebunan yang diusahakan oleh tuan tanah orang Belanda dan Cina. Phoa Bhingam sendiri memiliki perkebunan tebu beserta dengan tempat penggilingannya yang berada di daerah Tanah Abang. Selain itu juga para tuan tanah Belanda memiliki beberapa daerah perkebunan, antara lain kebun kacang. Sebab minyak kacang merupakan bahan komoditi yang laris. Disamping itu mengusahakan kebun jahe, kebun melati, kebun sirih, dan lainnya yang kemudian masih berbekas dan menjadi nama wilayah seperti sekarang masih dipakai orang. Karenamelimpahnya hasil-hasil perkebunan di daerah tersebut, timbullah suatu gagasan dari Justinus Vinck untuk mengajukan permohonan mendirikan sebuah pasar atas tanah miliknya di daerah Tanah Abang dan daerah Senen. Setelah mendapat izin dari Pemerintah Belanda melalui Gubernur Jenderal Abraham Petrus, pada tanggal 30 Agustus 1735 Justinus Vinck membangun dua buah pasar, yaitu Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen (Weltevreden). Peranan kali Krukut yang berada di dekat Pasar Tanah Abang menjadi penting dan ramai dikunjungi oleh perahu-perahu yang memuat barang-barang yang akan dijual ke Pasar Tanah Abang.

Sebelum penulis menguraikan lebih lanjut mengenai daerah Tanah Abang, terlebih dahulu akan menjelaskan asal-usul nama dari Tanah Abang. Mengenai nama asal dari Tanah Abang sejarahnya masih diragukan. Namun ada dua pendapat mengenai nama tersebut yang penulis catat, yaitu pada waktu pasukan Mataram menyerang kota Batavia pada tahun 1628, mereka mengadakan serangan kearah kota melalui daerah selatan yaitu Tanah Abang. Mereka mempergunakan tempat tersebut sebagai pangkalan, karena tempat tersebut merupakan tanah bukit,sedang disekitarnya terdapat daerah rawa-rawa dan kali Krukut. Karena tanahnya merah, maka mereka menyebutkan tanah abang dari bahasa Jawa yang artinya merah. Selain itu adapula yang mengartikan nama Tanah Abang dari kata "abang dan adik" yaitu dua orang bersaudara kakak dan adik. Karena adiknya tidak mempunyai rumah, maka ia minta kepada abangnya untuk mendirikan rumah. Tanah yang ditempati disebut Tanah Abang. Menjelang akhir abad 18 keadaan di daerah Tanah Abang mengalami perubahan. Muncul beberapa rumah mewah yang dibangun oleh orang-orang Belanda dan Cina. Di sekitar rumah mereka terdapat rumah-rumah penduduk yang bangunannya masih sederhana. Sebagian besar dari mereka bekerja di rumah-rumah orang Belanda dan Cina sebagai pembantu, tukang kebun dan penjaga malam.

Seorang tuan tanah Cina yang kaya bernama Tan Hu Teng membeli tanah milik pribumi bernama Bapak Gepeng untuk dibangun sebagai tempat peristirahatannya. Karena Bapak Gepeng dikenal sebagai jagoan Tanah Abang, maka Tan Hu Teng mengangkat dia sebagai penjaga rumahnya. Di belakang rumah Tan Hu Teng terbentang sebuah kebun yang letaknya agak menjorok ke dalam, maka tempat tersebut dinamakan Kebun Dalam. Di sebelah selatan kebun, tanahnya agak rendah dan letaknya berdekatan dengan kali Krukut. Oleh karena itu tempat itu disebut Tanah Rendah.

Peranan kali Krukut pada waktu itu berlipat ganda dan sangat besar manfaatnya bagi penduduk di sekitarnya. Selain berfungsi sebagai sarana transportasi dan rekreasi, juga dipergunakan untuk keperluan sehari-hari penduduk, yaitu untuk mandi, cuci, kakus (MCK). Untuk menjaga kebersihan dan mencegah banjir, Pemerintah Belanda telah membuat pintu air pada tahun 1917.

Di seberang kali tersebut terdapat tempat pemberhentian atau pangkalan sado dan delman. Sambil beristirahat para kusir member makan kudanya di suatu tempat/alat untuk kuda yang disebut kombongan. Kombongan yaitu alat (wadah) yang bentuknya bulat terbuat dari batu dan semen, gunanya untuk tempat makanan ternak. Sekarang kombongan-kombongan tersebut tidak kita jumpai lagi di tempat ini; yang ada hanya nama sebuah daerah yaitu Kombongan. Tidak jauh dari pangkalan-pangkalan sado dan delman, terbentang perkebunan pohon jati yang luas. Penduduk di sekitarnya menyebut daerah itu ialah Jatibaru.

Adapun nama Kampung Bali disebut demikian karena dahulunya banyak orang-orang Bali yang tinggal di sana. Pada waktu itu Pemerintah Belanda memberikan pangkat kapten kepada kepala kelompok suku-suku bangsa yang ada di Batavia. Masing-masing mendiami perkampungan khusus, sehingga kita mengenal adanya nama Kampung Bali, Kampung Bugis, Kampung Melayu, Kampung Ambon, Kampung Cina, dan lain-lain. Adapun pengaruh dari Suku Bali di Batavia cukup banyak, diantaranya pengaruh terhadap bahasa Betawi (Jakarta). Sampai sekarang masih kita pergunakan sehari-hari, misalnya kata jihad, bianglala, lantas, menyungkun, iseng, ngebet dan lain-lain. Bahkan akhiran “in” misalnya "nungguin dan pegangin" adalah pengaruh bahasa Bali.

Menjelang akhir abad 19 banyak orang Arab menghuni wilayah Tanah Abang dan sekitarnya. Pada tahun 1920 jumlah orang Arab yang tinggal di daerah Tanah Abang kira-kira sebanyak 13.000 orang. Adapun kesukaan mereka ialah makan daging kambing. Pasar Tanah Abangpun menjadi ramai melayani keperluan kambing. Kegiatan daerah Tanah Abang semakin meningkat dengan dibukanya beberapa buah tempat pemakaman, stasiun kereta api, masjid, dan sebuah wihara atau klenteng.

Di tengah-tengah kemelut api perlawanan terhadap Jepang, pada bulan Oktober 1945 tentara Sekutu dengan escort kapal-kapal perangnya merapat di pantai Jakarta. Bersama dengan kapal-kapal Sekutu datang pula kapal perang Belanda yang turut serta dengan mereka.

Pada tanggal 4 dan 5 Oktober 1945, Stasiun Tanjung Priok ditembaki oleh Tentara Belanda dan mereka kemudian mengatur persediaan alat-alat perang dengan dibantu oleh Sekutu. Keadaan di Jakarta semakin genting, karena Belanda melebarkan sayapnya mengadakan pertempuran di beberapa tempat, antara lain Senen, Kramat, Sawah Besar, Pintu Air, Harmoni, Petojo, Gambir, Petamburan, dan Tanah Abang.

Pertempuran antara pasukan Belanda dengan penduduk daerah Tanah Abang dan Jati Petamburan terjadi di Kampung Karet dekat kuburan. Belanda hendak mencoba menduduki kantor cabang polisi dengan maksud memutuskan hubungan dengan daerah-daerah lain. Walaupun pasukan Belanda memiliki persenjataan yang lengkap, namun penduduk yang didukung oleh para pemuda tidak gentar menghadapi mereka. Hanya dengan modal keberanian, akhirnya Belanda dapat diusir dari daerah Karet dan mengundurkan diri ke daerah Jembatan Tinggi Jati Petamburan. Di sana pasukan Belanda dipecah menjadi dua bagian, yaitu sebagian menuju daerah Tanah Abang dan sebagian lagi menuju daerah Jati Baru. Tetapi setiba di Gang Thomas, mereka diserang oleh penduduk dan banyak yang tewas serta senjatanya dapat dirampas.

Pada tanggal 20 Nopember 1945 berkobar kembali pertempuran di daerah Jati Petamburan, Karet, dan Jati Baru. Pada waktu itu kira-kira pukul 4.30 pagi, tentara Belanda mengadakan pemeriksaan dan penggeledahan terhadap setiap penduduk yang lewat Jembatan Tinggi. Pada waktu mereka menggeledah, para pemuda pejuang tidak memberikan perlawanan. Setelah agak jauh dari tempat tersebut, mereka melemparkan granat dan tembakan ke arah Jembatan Tinggi, sehingga suasana menjadi rusuh. Para pemuda dari Tanah Abang, Kampung Bali, dan Jati Petamburan bergabung menjadi satu menyerang konvoi mobil Belanda yang sedang patroli. Di kedua belah pihak banyak yang tewas. Namun demikian bagi para pemuda peristiwa itu merupakan cambuk untuk membakar semangat mereka. Belandapun tidak tetap diam untuk menghadapi mereka, lalu disewanya mata-mata untuk mengawasi gerak-gerik para pemuda dan penduduk.

Bapak Misnan dari daerah Kampung Bali menyamar sebagai tukang cuci mobil di markas Sekutu 'Royal Air Forces' (RAF) yang bertempat di rumah bekas tuan tanah di daerah Tanah Abang Bukit. Karena mendapat kepercayaan dari mereka, maka Bapak Misnan berhasil mencuri dokumen nama orang-orang yang akan ditangkap dan beberapa pucuk senjata. Segera ia hubungi orang-orang yang ada dalam dokumen tersebut dan menyuruhnya segera meninggalkan rumah. Berkat usahanya maka mereka berhasil diselamatkan. Penjagaan markas Sekutu semakin diperketat. Setiap orang yang lewat tempat tersebut diperiksa dan digeledah, menyebabkan bencinya penduduk terhadap Sekutu semakin menjadi.

Pada suatu malam para pemuda dari Kampung Bali dan Kebon Dalem sudah bersiap-siap akan menyerang markas tersebut, tetapi untunglah datang seorang sesepuh kampung yang menasehati mereka supaya jangan melakukan tindakan tersebut, karena sangat berbahaya dan mengancam jiwa penduduk yang ada di sana.

Polisi militer Belanda tidak berani lagi mengadakan patroli di daerah Kampung Bali, karena di sana bersarangnya komplotan pemuda pemenggal kepala yang dipimpin oteh Bapak Ramdani. Hampir setiap malam terjadi pembunuhan terhadap tentara Belanda dan mata-matanya. Mereka dikubur di Jalan Kampung Bati Gang V.

Bapak Misnan beserta kawan-kawannya bersatu dengan tentara Sekutu India Muslim mengadakan serangan ke markas Belanda yang berada di Jalan Taman Kebon Sirih dan berhasil merampas 4 pucuk senjata LE dan 20 buah granat tangan. Kemudian Bapak Misnan melarikan diri ke daerah Cikampek karena jiwanya terancam. Beliau menggabungkan diri dengan pasukan Tentara Keamanan Rakyat dan diberi tugas untuk mencegah tentara Belanda yang akan pergi ke Bandung.

Di daerah Jati Petamburan, Pal Merah, dan Slipi, keamanan wilayah dipegang oleh Barisan Pelopor dan Barisan Keamanan Rakyat yang dipimpin oleh Bapak Muntaco dan Achmad Dera. Markas mereka terletak di Jalan Jati Petamburan No. 4. Di gedung ini sering diadakan pertemuan para tokoh pejuang dan rapat rahasia untuk mengatur siasat dalam menghadapi Belanda. Disini pula diadakan Pengadilan Tinggi Barisan Keamanan Rakyat, tempat tentara Belanda yang ditangkap dihukum mati dan dikubur di halaman gedung tersebut.

Pada masa lampau orang Betawi asal Tanah Abang mata pencariannya ialah pedagang keliling, berjualan buah-buahan, baju, dan kue. Adapula mereka yang bekerja pada percetakan orang Belanda 'Garda Internatio'. Disamping itu ada juga yang menjadi tukang sado (delman) dan pencarian lainnya yaitu menderap padi. Jika mereka akan berangkat, terlebih dahulu berkumpul di dekat pohon besar yaitu pohon rengas. Mereka menyewa perahu kepada kumpi atau buyut yang dikenal dengan nama Haji Duit.

Dengan melalui kali Banjir Kanal (Kali Malang) mereka pergi menderap di Bekasi, Kebayoran Lama, Slipi, dan Srengseng. Hasil dari menderap mendapatkan bawon (ikat padi). Cara mendapatkannya yaitu setiap 5 ikat padi mendapatkan bawon 1 ikat. Pada umumnya bawon itu lebih besar dari ikatan biasanya. Sifat mata pencarian itu musiman, hanya pada waktu panen padi. Mereka juga menjual air yang berasal dari sumur bor milik Haji Romli, dijual ke kota, ke perusahaan kecap, toko-toko dan rumah-rumah penduduk dengan harga Rp 2,50 untuk 21 pikul. Ada pula yang berjualan kembang dan kambing.

Bagi pendatang dari Bima dan orang-orang Bali yang diasingkan mengusahakan kacang dan jahe. Sedangkan orang-orang yang datang dengan perahu dari pasar ikan membawa ikan dan mangga Indramayu. Sepulangnya dari Tanah Abang membawa rumput untuk makan kuda.

Akan tetapi mata pencarian semacam itu tidak dapat bertahan, karena perkembangan penduduk yang sangat pesat, terutama setelah urbanisasi dari daerah-daerah lain di Indonesia berdatangan ke Jakarta. Kampung Tanah Abang tidak luput menjadi sasaran para pendatang yang ingin mengadu nasib di Tanah Abang. Mata pencarian mereka sekarang beralih menjadi pedagang, buruh, pegawai negeri maupun swasta, dan lain sebagainya.

Usaha lain di samping dagang, penduduk Tanah Abang Kampung Bali membuat kerajinan tangan, seperti tas dan sepatu. Usaha mereka boleh dikatakan tumbuh dengan baik. Kesulitan para pengrajin itu ialah tempat yang tidak memenuhi syarat.


Referensi : Kampung Tua di Jakarta, Dinas Museum dan Sejarah, 1993.

Sumber : diskominfomas
Read more ...