Minggu, 10 November 2013

Perjuangan PPRI Kalimantan Barat Melawan Sekutu dan Belanda

Pasukan Sekutu dari Divisi Sikh di Kalimantan Barat

Pergerakan para pejuang pemuda melalui organisasi yang dibangun oleh pemuda dengan nama Panitia Penyongsong Republik Indonesia (PPRI), benar-benar mengakar ke seluruh pemuda pejuang di Kalimantan Barat. 

Tujuan pembentukan PPRI tersebut adalah untuk menyebarluaskan berita Proklamasi kemerdekaan Indonesia ke seluruh daerah di Kalbar.

Para pemuda Kalimantan melakukan protes atas masuknya tentara Inggris dan pasukan NICA ke Kalimantan. Mereka pada awalnya hanya berdalih untuk menyandra pasukan Jepang yang sudah mengalah dan melakukan pelucutan sejata yang masih ada di tangsi-tangsi Jepang di Kalimantan Barat.


PPRI Kalimantan Barat mengambil keputusan untuk mengadakan demonstrasi untuk menyatakan kehendak rakyat. Indonesia bukan negara yang kalah perang dunia II, sehingga berhak untuk mendapatkan peran, mendapatkan senjata rampasan dari Jepang dan tidak ikut dianeksasi oleh Sekutu.

Rapat raksasa yang diselenggarakan oleh PPRI dipusatkan di lapangan Kebon Sayur yang ternyata didukung secara antusias oleh banyak tokoh agama, tokoh masyarakat dari berbagai kalangan. Ribuan orang berkumpul dan membanjiri lapangan Kebon Sayur dari berbagai perutusan-perutusan di Kalimantan.

Perkumpulan besar ini jelas saja sangat dikhatirkan pasukan Sekutu, mereka ikut mengawasi dan memata-matai berbagai kegiatan para pemuda ini. Mereka juga secara diam-diam mendata orang-orang dan tokoh-tokoh pemuda yang dianggap berbahaya. Pasukan KNIL yang keturunan pribumi didikan Belanda ini secara diam-diam masuk dan menjalankan aksi intelejen terhadap bangsanya sendiri.

Pimpinan rapat raksasa itu di pimpin oleh seorang tokoh pemuda bernama Umri. Selain tokoh pemuda ini ada lagi tokoh pemuda lain yang menonjol seperti Jayadi Saman. Dengan antusias para pemuda itu mengikuti rapat tersebut. Para perutusan ini membicarakan soal Proklamasi Kemerdekaan yang telah didengungkan oleh Soekarno – Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Ini membuktikan bahwa Indonesia telah merdeka, sehingga tidak berhak untuk dikuasai oleh negara manapun termasuk juga Sekutu dan NICA.

Pulang dari rapat tersebut para pemuda yang terbakar rasa nasionalismenya secara berani menunjukan sikap yang tegas. Mereka bergelombolan pulang, tetapi sebelumnya mereka melakuan pawai untuk berkeliling kampung-kampung dengan berjalan kaki berramai-ramai dan juga secara berani menunjukkan sikap tidak suka kepada sekutu dengan berdemonstrasi di depan Markas Besar Sekutu yang menempati bekas gedung Keresidenan di Pontianak. Diantara para pemuda ada yang membawa bendera Merah Putih dan mereka juga melengkapi dengan bersenjataan seadanya untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.

Seorang pemuda dayak bernama Thomas Blaise menjadi juru bicara untuk menyampaikan maksud pemuda kepada beberapa Opsir Sekutu. Tetapi opsir itu marah-marah dan tidak mendengarkan apay yang disampaikan pemuda itu. Opsir itu juga berteriak-teriak agar meminta Thomas Blaise menyuruh massa segera bubar.

Beberapa opsir bule tentara Australia dan tentara KNIL pribumi keluar dengan memamerkan persenjataan berat dan pakaian seragam lengkap sambil menunjukkan sikap tidak bersahabat. Mereka berteriak-teriak mengusir para demontran yang masih berkumpul di Markas Besar Sekutu itu. Mereka juga mengejek-ejek dengan kata-kata yang merendahkan. Seorang tentara KNIL dengan sok mengarahkan moncong senjatanya ke arah para tokoh pemuda yang berada di barisan terdepan. Para pemuda pejuang justru tidak menunjukkan rasa takutnya mereka. Mereka justru berteriak-teriak membalas ejekan tentara Sekutu dan KNIL. Beberapa pemuda sudah menghunus pedang dan kelewang mereka bersiap jika seandainya tentara KNIL tersebut berani menembakkan senjata.

Suasana semakin tegang dengan keluarnya pasukan tambahan lain dari Markas Sekutu beberapa ratus tentara sekutu dengan persenjataan berat keluar markas. Mereka juga mempersiapkan senjata mesin dengan MM besar didepan gerbang.

Melihat kondisi ini dan khewatir akan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi para pemuda pejuang seperti Umri dan Jayadi meminta para pemuda untuk membubarkan diri, tetapi ada sebagian yang masih menolak.

Tiba-tiba tentara Opsir Australia yang terlihat sebagai komandan lapangan di depan Markas Besar itu menembakkan senjata ke udara. Para serdadu Australia dan KNIL telah siap mengarahkan senjata ke kerumunan massa.

Menyadari kemungkinan yang terjadi dan ketidakseimbangan senjata akhirnya mereka membubarkan diri. Mereka pulang dengan tetap menerikkan kata-kata “Merdeka”, “Indonsia telah Merdeka”, “Alllahhu Akbar”, mereka juga meneriakkan kata-kata mengejek terhadap serdadu KNIL yang pribumi dengan kata-kata penghianat dan sebagainya.

Suasana kota Pontianak menjadi tegang. Sejak itu tentara Sekutu melakukan patroli diberbagai tempat yang dianggap rawan dan penjagaan terhadap tangsi dan gudang persenjataan diperkuat. Begitu juga dengan para pemuda yang semakin sering melakukan pertemuan-pertemuan rahasia untuk membuat tindakan kedepepan.

Tentara Sekutu juga mengumpulkan para residen yang dulunya menjadi pegawai Belanda untuk ikut mengendalikan suasana. Residen Asikin Noor yang telah lama menjadi bawahan Belanda meminta perlindungan terhadap Sekutu. Dia meminta dipindahkan ke Banjar Masin. Asikin Noor menjadi bulan-bulanan para pemuda ia merasa takut dan minta tinggal di Markas Besar Sekutu. Akhirnya permohonan Asikin Noor untuk dipindahkan direstui oleh Sekutu, dan dipindahkan ke Banjar Masin di terbangkan dengan pesawat terbang. Pengganti Asikin Noor yang menjabat sebagai Residen adalah seorang bule Belanda tentara NICA bernama Van Der Zwaal. Ia menempati kantor keresidenan dengan penjagaan sangat ketat, berbeda ketika residennya orang pribumi asli.

Tentara NICA secara diam-diam memperbanyak pasukan, bala bantuan pasukan NICA dikirimkan melalui kapal laut dan pesawat penumpang militer Australia berbendera Australia, tetapi berisi pasukan Belanda yang menamakan diri sebagai NICA. Pasukan NICA ini juga ikut dalam berbagai operasi pelucutan tentara Jepang dan operasi penguasaan kembali berbagai aset perang Jepang di Kalimantan, tetapi pakaian tentara Belanda ini masih menggunakan seragam tentara Australia dengan maksud penyamaran. Tetapi berbagai intrik ini sudah banyak diketahui oleh Para Pemuda pejuang yang menyadari adanya pasukan KNIL yang merupakan asuhan Belanda dan menerima kabar dari Pulau Jawa, khususnya dari Surabaya tentang pasukan NICA yang berbaju Inggris.

Beberapa waktu kemudian Tentara Sekutu dan NICA mengumumkan bahwa pasukan Australia sudah selesai menjalankan misi untuk melucuti tentara Jepang. Terhitung tentara Australia hanya menjalankan tugas selama satu bulan saja. Pasukan NICA secara progresif menyampaikan hal ini kesemua tempat. Sebagai penganti tentara sekutu adalah NICA, mereka belum menunjukkan bahwa NICA adalah Belanda. Bahkan Markas Besar Sekutu dalam beberapa waktu masih berbendera Australia tetapi berisi para tentara Belanda.

Patroli-patroli masa NICA semakin gencar dilakukan jauh sekali dengan masa pendudukan tentara Australia. Mereka juga menempatkan orang-orang pada berbagai pos-pos dan menugaskan petugas jaga secara bergantian. Dijalan-jalan semakin sering ditemukan tentara NICA mondar-mandir sambil menenteng senjata modern otomatis.

Untuk memperkuat kedudukan dan upaya pendekatan terhadap penduduk di Kalimantan Barat, tentara NICA membagi-bagikan makanan bekas yang sebenarnya warisan dari tentara Australia. Biskuit dan keju yang sebenarnya kedaluwarsa dibagi-bagikan kepada masyarakat sekitar Markas Besar, karena kelaparan yang memang melanda di Pontianak mereka menerimanya dengan suka cita.

Tentara NICA semakin berani menunjukkan jati diri pasukan NICA ditambah lagi dengan mendatangkan 5 Kompi KNIL, berisi tentara Belanda dan sedikit orang pribumi. Tentara KNIL di pimpin oleh seorang pribumi antek Belanda bernama Hamid Algadri.

NICA membagi-bagikan beberapa kain dril kepada setiap pegawai yang baru saja diangkat untuk menjalankan pemerintahan NICA di Kalimantan Barat. Pegawai masa pendudukan Jepang yang mau berkerjasama diangkat menjadi pegawai dan digaji dengan mata Gulden. Mereka juga mendapatkan jatah beras dari stok beras bekas tentara Australia yang sudah meninggalkan Kalimantan.

Hamid Algadri yang orang pribumi dan mengerti bahasa Melayu ditugaskan NICA untuk melakukan perundingan dengan para tokoh PPRI. Mereka dirayu untuk bisa diajak berkerjasama untuk pendirian negara Borneo/Kalimantan dan keluar dari NKRI.

NICA mengundang tiga orang wakil PPRI yaitu Mutalib Rafai, Abu Hurirah, dan Muzanie Ranie untuk datang ke Markas Besar NICA di Keresidenan Pontianak. NICA melalui Hamid Algadri mengajak ketiga pemuda itu untuk mendukung usaha NICA untuk membentuk Republik Indonesia Serikat yang berarti keluar dari NKRI. Ketiga tokoh PPRI itu menolak dengan tegas dan malah dengan berani meminta agar NICA yang sebenarnya adalah Belanda itu keluar dari Kalimantan, karena Republik Indonesia sudah merdeka dan diproklamirkan.
Read more ...