Senin, 26 Agustus 2019

Perjuangan Robert Wolter Mongonsidi di Makassar, Sulawesi Selatan

Robert Wolter Mongonsidi
Daerah kelahiran asli Pahlawan Nasional Robert Wolter Mongisidi adalah di Malalayang yang sekarang ini masuk diwilayah Kota Manado. Robert anak dari Petrus Mongisidi dengan ibundanay Lina Suawa.

Pada masa kecilnya ditahun 1951 dia mendapatkan pendidikan dia memulai pendidikannya pada Sekolah Dasar yang menggunakan bahasa Belanda (Hollands Inlandsche School atau (HIS), kemudian melanjutkan Sekolah Menengah di  Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO di Frater Don Bosco di Manado.

Ketertarikannya pada Jepang mengantarkan Robert untuk belajar menjadi guru Bahasa Jepang di sebuah sebuah sekolah di Tomohon.  Setelah lulus dia langsung mengajar Bahasa Jepang di Liwutung, Minahasa. Kemudian pindah mengajar ke Luwuk, Sulawesi Tengah. Kemudian pindah lagi ke Makassar, Sulawesi Selatan.

Di Kota Makassar pergaulan Robert Walter Mongonsidi meluas, beliau banyak berinteraksi dengan berbagai pergerakan pemuda di Makassar dari berbagai daerah.  Mereka adalah para pemuda yang ingin agar Indonesia Merdeka.

Bersama sahabatnya Ranggong Daeng Romo, Emmy Saelan seorang pemuda asli Makassar membuat membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) pada tanggal 17 Juli 1946.

Organisasi ini adalah salah satu dari sekian organisasi yang banyak dibentuk para pemuda di seluruh Indonesia  untuk mendukung Indonesia Merdeka. Pada saat itu juga sudah berdiri Taman Siswa di Makassar yang bergerak dalam bidang pendidikan.

Organisasi Kepemudaan  inilah yang pada saat terjadi penangkapan Dr. Sam Ratulangi ikut dalam protes dan pemogokan yang terkenal disebut sebagai  pemogokan “Stella Marris”.  Pada aksi pemogokan ini juga banyak terjadi penangkapan para pemuda oleh Belanda.

Diluar dari LAPRIS Robert Walter Mongonsidi juga membangun laskar perjuangannya sendiri yang disebut sebagai Laskar Harimau Indonesia yang diketuai langsung olehnya.  Turut bergabung juga kakak beradik Emmy Saelan seorang wanita pemberani dan Maulwi Saelan. Keduanya adalah kakak  Elly Saelan istri dari Jenderal M. Yusuf.

Pasca Perang Dunia II usai. Belanda ingin masuk kembali ke Indonesia dengan bantuan dari NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang didukung oleh Sekutu. Salah satunya adalah Inggris. Sebagai pemenang perang dunia II atas perang melawan Jepang, Sekutu melalui kekuatan serdadu Inggris dan NICA masuk ke Makassar, Sulawesi Selatan yang menjadi pusat dari wilayah Indonesia bagian Timur yang awalinya menyampaikan ke bangsa Indonesia hanya untuk melucuti senjata Jepang, tetapi faktanya berbagai tangsi Jepang yang sudah dikosongkan pasukan Nippon diserahkan ke Pasukan Belanda yang mengaku sebagai NICA. Termasuk kantor polisi dan Hotel Empres. Mereka juga secara terang-terangan membiarkan bendera Jepang berkibar di objek-objek vital tersebut.

Hal ini membuat darah para pemuda Makassar mendidih dan mereka secara berani dan terang-terangan juga merebut berbagai senjata dari lokasi markas dan tangsi Jepang dimana-mana. Perebutan senjata banyak terjadi pada berbagai aksi dari laskar pemuda untuk mendapatkan senjata dari bekas peninggalan serdadu Nippon. Perebutan ini juga terjadi sebelum Sekutu dan NICA masuk ke Makassar. Laskar-laskar termsuk LAPRIS dan Laskar Harimau Indonesia turut mengumpulkan senjata dari berbagai tempat markas Jepang di Sulawesi Selatan.
 
Para pemuda di Makassar juga menerima kabar tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang disampaikan oleh Bung Karno di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945. Informasi ini semakin membuat semangat para pemuda termasuk Robert untuk merebut berbagai senjata di tangsi-tangsi Jepang.

Akhirnya konflik perebutan senjata Nippon terjadi yang mengakibatkan pertempuran dari para pemuda dengan Inggris dan NICA. Hal ini mulai terjadi pada  17 Juli 1946, Mongisidi dengan Ranggong Daeng Romo melakukan perlawanan dimana-mana.

Pada tanggal 28 Februari 1947 Robert Wolter Mongonsidi ditangkap Belanda, tetapi dia berhasil lolos dan kabur dari tangsi Jepang yang dikuasai oleh Belanda pada tanggal 27 Oktober 1947.

Belanda melakukan aksi penangkapan di mana-mana,  termasuk Robert yang sedang dicari. Akhirnya Robert tertangkap Belanda lagi. Kali ini Belanda langsung menjatuhkan hukuman mati kepada Robert Wolter Mongonsidi dihadapan regu tembak pada 5 September 1949.

Pada tanggal 10 November 1950 jasad Robert  dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Makassar dan pada tanggal 6 November 1973 beliau mendapatkan gelas Pahlawan Nasional.
Read more ...