Ilustrasi |
Gubernur Jenderal Belanda, H.W. Daendels melihat Lampung sebagai wilayah srategis yang menghubungkan Pulau Andalas dan Pulau Jawa. VOC Belanda sangat berkepentingan untuk memegang kunci di lokasi itu, untuk mengamankan jalur perdagangan rempah-rempah yang harus melalui lokasi Selat Sunda dan Pelabuhan Telok Betong, Lampung.
Salah satu ganjalan bagi Daendels adalah adanya Keratuan Lampung yang semakin lama semakin kuat karena telah banyak mendirikan benteng pertahanan disekitar Lampung Selatan dan Tenggamus.
Selama ini Belanda baru bisa menguasai di sekitar Telokbetong dengan mendirikan Pelabuhan Telokbetong yang menjadi pusat perdagangan Belanda. Pembangunan Pelabuhan Telokbetong oleh VOC ini banyak menimbulkan kemarahan rakyat Lampung salah satu tokoh yang tidak setuju dengan peran VOC yang sering sewenang-wenang di Telokbetong.
Belanda juga kedepannya mendirikan Onder Afdeling Lampung di Telokbetong, dengan markas militer berada di sekitar Kampung Pasar Ambon, Kampung Talang dan Kampung Oppas, Teluk Betung Selatan sekarang. Pada tahun 1834 Keresidenan sipil Lampung menjadi Keresidenan Militer yang dipimpin oleh perwira militer.
Pelabuhan Telokbetung ini dijaga oleh banyak kapal perang Belanda salah satu kapal yang menjaga wilayah ini adalah Kapal De Berouw yang pada letusan Gunung Krakatau terbawa gelombang dan hanyut sampai Teluk Betung Barat, tepatnya di Kampung Kali Brow, Kelurahan Negeri Olok Gading sekarang.
Keratuan Lampung telah melakukan perang panjang sejak Raden Intan I atau biasa dipanggil juga dengan sebutan Dalom Kusuma Ratu I yang adalah ayah dari Raden Imba Kusuma II, sedangkan Raden Intan II adalah anak dari Raden Imba Kusuma II.
Pada masa ayahnya memegang tahta banyak meninggalkan benteng-benteng kuat yang tersebar dari mulai benteng Raja Gepeh, Benteng Huwi Perak, Benteng Merambung, Benteng Bedulu, Benteng Katimbang, Benteng Sakti, Benteng Pematang Setok, Benteng Salaitahunan dan Benteng dan sekaligus sebagai instana yaitu Benteng Kahuripan. Istana Keratuan Lampung yang disebut sebagai Kedaton juga ada di daerah Rajabasa dan Kedaton Lampung. Kedaton-kedaton yang didirikan berupa rumah-rumah panggung besar yang bertiang pokok-pokok kayu tenam.
Setelah kegagalan serangan VOC Belanda ke Keratuan Lampung pada 1825 yang ketika itu Keratuan Lampung dipimpin oleh Raden Intan I (Ayah Raden Imba Kusuma). Saat itu serangan di pimpin oleh Kapten Gezaghebber Lelievre dengann dibantu asistennya Letnan Misonius. Serangan itu membawa beberapa kapal melalui Negara Ratu.
Setelah lama tidak melakukan serangan kembali oleh Belanda, Keratuan Lampung sudah berubah dan kepemimpinan dan tahta sudah dipegang oleh Raden Imba Kusuma. Raden Imba tetap mempertahankan tradisi ayahnya untuk memperkuat benteng-benteng di sekitar Teluk Lamapung, Selat Sunda dan wilayah Tenggamus. Wilayah ini terletak diposisi strategis karena lalu lintas dagang kapal-kapal dari berbagai tempat.
Kesempatan ini juga dimanfaatkan oleh Raden Imba Kusuma untuk meningkatkan kerjasama dengan wilayah sekitar misalnya dengan Kerajaan Tulang Bawang yang kekuasaannya dipegang oleh Daeng Gajah . Kerjasama juga dilakukan dengan Kerajaan Seputih.
Di Pulau Jawa kerjasama juga dilakukan dengan Kesultanan Banten. Pada masa ayah Raden Intan I berbagai kerjasama dilakukan terutama pada masa Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa. Salah satu bantuan dari Kesultanan Banten adalah berbagai perangat perang dan meriam-meriam besar. Mertua dari Raden Imba Kusuma juga adalah pejabat istana dari Banten yaitu Kiai Arya Natabraja.
Berbagai bantuan yang diberikan kepada Keratuan Lampung dari Kesultanan Banten di masa Sultan Hasanuddin juga karena pada tahun 1850 rakyat Lampung memberikan bantuan ke Kesultanan Banten saat Kesultanan Banten perang dengan Belanda. Kerjasama juga pernah dilakukan pada masa Banten diperintah oleh Sultan Maulana Yusuf, Banten atas bantuan dari beberapa Kebuaian dari Lampung dapat menaklukan sisa-sisa Kerajaan Padjajaran.
Hubungan keluarga dan kekerabatan ini telah menjadi modal utama hubungan antara dua kerajaan. Hubungan darah ini bukan baru terjadi dimasa Raden Imba saja karena pada masa Kakek dari Raden Imba Kusuma II atau ayah dari Raden Imba Kusuma I yaitu Muhammad Aji Saka dengan gelar Ratu Darah Putih adalah anak dari Syarif Hidayatulah yang menikah dengan Putri Sinar Alam dari Keratuan Pugung.
Muhammad Aji Saka ditempatkan oleh ayahnya bersama pasukan pengawal mendirikan Keratuan Darah Putih dan mendapatkan gelar Ratu Darah Putih. Pemindahan anaknya ini karena dipicu oleh kecemasannya atas perang dengan Bealnda, selain itu karena Ibu dari Ratu Darah Putih adalah Putri Sinar Alam yang asli dari Pugung Lampung cucu dari Ratu Pugung.
Keratuan Darah Putih di Lampung yang kemudian menjadi Keratuan Lampung yang berpusat di Khahuripan di Lampung Selatan. Salah satu pengawalnya Kiai Arya Natabraja akhirnya menjadi mertua dari cicitnya Raden Imba II.
Pada masa Raden Imba Kusuma ini juga di Pulau Jawa sedang ada perang besar antara VOC Belanda dan Mataram yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dari sejak tahun 1825 sampai dengan tahun 1830, tetapi Raden Imba sadar bahwa serangan pertama pada masa ayahnya itu suatu saat akan berlanjut lagi dengan serangan yang lebih besar, sehingga berbagai keperluan untuk memperkuat benteng pertahanan terus dilakukan.
Raden Imba II juga melakukan ganggung terhadap aktifitas dagang Belanda di Telokbetong yang menjadi pusat perdagangan penting bagi Hindia Belanda di Lampung. Banyak konflik antara rakyat Lampung dengan para Paksi dan Syahbandar yang menjadi tangan kanan dari Kompeni Belanda. Berbagai sentimen ini memperkuat dukungan rakyat Lampung terhadap penentangan Raden Intan I dan juga Raden Imba II.
Apa yang difirasatkan Raden Imba Kusuma II benar terjadi, karena pada tanggal 8 Agustus 1832 pasukan VOC Belanda benar-benar datang dengan membawa lima kapal perang besar setype Kapal Dourga dan Kapal Alexander ke Kalianda, Lampung Selatan.
Gubernur Jenderal Hindia Belanda, H.W. Daendels juga sudah mempersiapkan 300 tentara regular asli Belanda dan 100 tentara bayaran. Invasi kali ini dipimpin oleh Kapten Hoffman dan Letda Kobold.
Raden Imba telah mempersiapkan pasukannya dengan kekuatan meriam-meriam yang disebar pada beberapa benteng Raja Gepeh, Merambung, Benteng Bedulu, Benteng Katimbang, dan Huwi Parak. Dengan menggunakan kombinasi wilayah yang perbukitan dan hutan yang lebat telah menyulitkan pasukan VOC untuk memulai serangan.
Pertempuran sengit terjadi pada tanggal 9 September 1832 di daerah sekitar Teluk Semangka, Gunung Tanggamus. Ternyata kekuatan Pasukan Raden Imba mampu melumpuhkan serangan Belanda. Kapten Hoffman terluka parah dan dikirimkan ke Kalianda, tempat berkumpulnya pasukan yang datang dari Batavia. Walaupun Raden Imba Kusuma II sudah diatas angin tetapi secara kesatria dan kemanusiaan memberikan kesemaptan Kapten Hoffman dan pasukannya pulang. Hal yang tidak ada pada bangsa penjajah.
Tidak patah arang dengan kegagalan serangan sebelumnya kembali Belanda mengirimkan pasukannya dari Batavia kali ini dengan pasukann yang lebih banyak yaitu 600 serdadu asli Belanda (regular) yang berpengalaman perang Pangeran Diponegoro. Pasukan tetapi dipimpin oleh Kapten Hoofman dengan dibantu Letnan Vicq De Cumtick, Letnan Huisemen dan Letnan Neuenborger.
Serangan Kapten Hoofman difokuskan pada Benteng Raja Gepeh yang berada di wilayah Gunung Tanggamus. Kondisi alam dan hutan sangat menguntungkan posisi Raden Imba Kusuma II. Pasukan Raden Imba tetap berhasil mempertahankan Benteng Raja Gepeh.
Raden Imba berhasil mempertahankan benteng Raja Gepeh walaupun harus kehilangan banyak prajuritnya, tetapi dilain pihak Belanda juga banyak kehilangan prajuritnya. Sisa-sisa serdadu Belanda masih tetap bertahan dengan menunggu bantuan dari Kalianda. Perwira Belanda Letnan Neuenborger dan Letnan Huiseman tewas.
Dari Kalianda dikirimkan lagi tambahan beberapa ratus pasukan yang dipimpin oleh Kapten Beldhouder dan Kapten Pouwer. Tetapi tambahan pasukan ini pun tidak juga dapat menundukkan pasukan Raden Imba Kusuma II. Akhirnya pasukan Belanda ditarik ke Batavia termasuk Kapten Hoofman.
Pada tanggal 23 September 1834. Gubernur Jenderal Daendels dari Batavia melipatgandakan pasukan dan jumlah kapal yang dikirim. Jumlah personil segar yang didatangkan dari Batavia sebanyak 800 pasukan serdadu regular Belanda. Kepemimpinan kali ini dikomandoi oleh banyak perwira karena berkaca pada kekalahan yang sebelumnya, yaitu 21 opsir Belanda. Peralatan tempuh dan kapal juga diperbaharui.
Serangan besar dari Belanda ini menyebabkan Benteng Raja Gepeh jatuh dan dibakar Belanda. Raden Imba Kusuma dan tentaranya mundur ke daerah di Kesultanan Lingga (Linggau, Riau sekarang). Sayangnya tidak mendapatkan perlindungan dari Raja Lingga yang secara terpaksa menyerahkan Raden Imba Kusuma II ke Belanda. Belanda kemudian mengasingkan Raden Imba Kusuma II ke Pulau Timor bersama istrinya yang mengandung, Ratu Mas. Raden Imba Kusuma akhirnya gugur di Pulau Timor pada tahun 1834.
Sumber Referensi dan Pustaka :
- Ensiklopedi Indonesia, Van Hoeve, PT. Ichtiar Baru, 1991.
- Militaire Spectator, "Historisch Overzicht van de Expeditie naar de Lampongsche Districten in het Jaar 1856", Vijfde Deel, 1850.
- Dr. R. Broersma, De Lampongsche Districten.
- Kohler, "Raden Intan, Bijdrage tot de Kennis der Geschiedenis van de Lampongs", Tijdschrift voor Nederlandsch Indie, Eerste Deel, 1875.
- P.H. Van der Kemp, "Raffles' Bezetting van de Lampongs in 1818", Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie, Deel 50, 1ste Afl, 1899.
- wikipedia.org .
- Oki Laksito, dkk, Sejarah Perjuangan Pahlawan Nasional Raden Intan II, (Bandar Lampung: Proyek Pembinaan Kebudayaan Daerah Lampung, 2003.